Langsung ke konten utama

Purnama Masih Ingin Mendengar


Assalamualaikum, dunia. Malam ini gue mau kembali berkisah pada layar terpa, sambil mempersilakan purnama mengintip dari jendela. Tulisan ini gue ketik sekadar berbagi pengalaman setelah tanggal mengharukan itu datang di hadapan gue, yaitu tanggal 9 Juli 2015. Saat itu, detik demi dektik seakan mencubit jantung gue #tsaah hehe. Oke gue lebay, tapi gue memang deg-degan pol. Sebelum lo baca postingan ini, pastikan dulu lo baca postingan gue sebelumnya tentang pengalaman setahun gue setelah lulus SMA, yang berjudul 'Berkisah pada Purnama' ya, Guys.
Gimana? Sudah baca? Nah, itu dia pengalaman gue tahun lalu yang mellow abis. Gue lulusan 2014 yang gagal semua jalur seleksi PTN tahun lalu. Setelah kegagalan itu, semangat hidup gue melempem, gue masih sangat terobsesi untuk kuliah, tapi untuk kuliah di PTS itu mustahil karena keterbatasan ekonomi yang gue alami saat itu. PTS itu mahal, bro, dan saat itu gue belum dapat pekerjaan untuk bayar kuliah. Singkat cerita, akhirnya gue mendapatkan pekerjaan mulai November. Seperti postingan sebelumnya yang harus lo baca tadi, gue udah beberapa kali pindah kerjaan. Kerja di ruko dan pabrik itu sangat menyita waktu. Gue bener-bener gak bisa belajar dan latihan soal SBMPTN, padahal gue masih berobsesi untuk kuliah.
Akhirnya, Alhamdulillah gue pindah kerja ke salah satu SD setempat menjadi staff Tata Usaha, sampai sore, kadang hanya sampai siang. Lalu dilanjut mengajar bimbel hari selasa dan kamis daro sore sampai malam. Alhamdulillah, jadwal itu membuat gue lebih leluasa untuk belajar banyak lagi. Gue pinjam buku latihan soal SBMPTN milik teman. Tiap malam gue baca dan isi latihan-latihan soalnya, tapi gue pusing gak ngerti-ngerti sama maksud penjelasan soalnya. Hingga suatu hari, gue lihat ada status fanpage facebook dari Zenius, yang berisi artikel blog zenius.net yang berjudul 'Kalo gua baru mau belajar SBMPTN dari sekarang, masih sempet ga ya?', gila nusuk abis. Gue pengen nangis di situ. Bulan udah April, tandanya udah dua bulan lagi menuju tes, tapi usaha gue masih di bawah 50%. Gila gak tuh? Ini sih namanya bukan tekad, tapi nekat! Huehue
Gue baca-baca lagi beberapa artikel blog Zenius. Ada tentang cara memanage waktu, tentang tips mengerjakan soal, info penting SBMPTN, sampai testimoni para peserta SBMPTN tahun lalu. Itu semua bikin gue greget banget. Hingga akhirnya jari gue berujung pada link pembelian voucher belajar bareng Zenius. Pokoknya gue harus bisa kayak orang-orang kece yang testimoninya gue baca itu. Gue harus tembus SBMPTN 2015. Harus!
April is my staaaart! Menginap di rumah saudara untuk belajar di laptop miliknya itu sudah sangat biasa. Gue sering begadang di rumahnya demi nonton video-video edukasi dari Zenius. Gue yang lulusan IPA aja nyantol banget sama pembahsan ekonomi yang dijelasin sama Bang Sabda. Gue jadi bisa tahan kantuk yang luar biasa demi belajar ekonomi itu. Kece abis deh pokoknya. Dua bulan gue pergunain secara baik-baik. Karena gue gak mau jatuh di lubang yang sama. Gue terinspirasi banget sama salah satu video inspiratif dari Zenius, di situ dijelaskan bahwa, "Orang cerdas adalah orang yang bisa belajar dari pengalaman orang lain, orang pintar adalah yang bisa belajar dari pengalamannya sendiri, dan orang bodoh adalah yang tidak bisa belajar dari pengalamannya sendiri." Jleb! Kata-kata itu nusuk banget. Ah, gue gak mau jadi orang bodoh. Oke, semenjak itu gue bener-bener serius belajar lagi.
9 Juni 2015 datang, hari yang mengharuskan gue tenang setenang-tenangnya, meskipun nyatanya nervous. Gue bisa berusaha tenang, karena gue inget banget saran sahabat gue yang udah diterima jalur SNMPTN tahun lalu.
 "Kamu harus tenang, ya. Dulu pertama kali aku ikutan lomba OSN Fisika juga aku usahakan mengerjakan setenang mungkin, padahal sebenernya aku gak jago fisika lho, tapi lhamdulillah aku lolos sampai tahap-tahap selanjutnya," katanya tahun lalu. 
Tahun lalu gue nervous abis, gak ada tenang-tenangnya. Semua rumus yang penah dipelajari terasa remuk gitu aja di kepala gue. Tahun sebelumnya memang gue ambil tes saintek, karena gue terobsesi banget sama matematika, tapi apa daya gue gagal di semua jalur tes. Padahal gue udah repot banget ngurusin bidikmisi. Hingga akhirnya 2015 ini gue putuskan ego gue. Seperti kata Zenius, gue harus belajar dari pengalaman. Gue ambil shosum. Malah lebih enjoy belajar ekonomi dibanding belajar fisika, kimia, dan biologi. Entah waktu SMA gue salah jurusan atau memang kebanyakan main aja hehe. Mungkin memang MIPA bukan passion gue.
Kembali ke hari tes. Di hari itu gue pergi ke Bogor sama teman SMA gue yang juga ikutan SBMPTN (lagi). Alhamdulillahh gue dapat tempat tes yang dekat, sedangkan teman gue lebih jauh lagi. Setelah sampai di TKP, kami chatting-an, saling mendoakan yang terbaik untuk kami. Ya, sebab doa tanpa usaha hanyalah kesia-siaan, dan segala usaha tanpa doa adalah kesombongan. Maka, sebisa mungkin kita yang beragama Islam, sempatkanlah bangun di sepertiga malam untuk mendirikan sholat dan berdoa seyakin-yakinnya, dan tawakal jika semua proses telah selesai. Begitu juga untuk agama lainnya, berdoalah dan beribadahlah sesuai keyakinannya, seyakin-yakinnya.
Jarum jam menunjukkan waktu sore. Tes usai, gue keluar kelas dengan masih sangat tenang. Berjalan seorang diri seperti tanpa beban, padahal isi kepala gak berhenti-hentinya berharap sama Allah untuk diloloskan. Di gerbang sekolah tempat gue tes tersebut sudah berjejer mahasiswa PTS terdekat, mereka membagikan brosur-brosur kampus mereka. Sambil menyunggingkan senyuman, gue ambil semua sodoran brosurnya. Seketika, gue sadar, perjuangan belum usai. Gue mikir, kalau seandainya gue gak ketrima PTN lagi, gue mau kuliah di PTS mana? Apakah ada yang murah? Sedangkan sekarang minat gue udah mantab di Pendidikan Luar Biasa dan Psikologi. Kebanyakan kampus dengan fakultas tersebut itu bayarannya selangit. Gaji gue gak cukup untuk kuliah jurusan itu. Huehue. Kalau PTN kan ada UKT sesuai kemampuan orantua, dan gue juga masih bisa berusaha mencari beasiswa lagi. Sampai bulan berganti Juli, otak gue masih mampet, beberapa laman web PTS degan prodi yang gue idamkan itu gak ada yang murah, apalagi grentongan alias beasiswa. Lagian gue gila aja sih, mana ada ilmu yang murah apalagi gratis tanpa syarat yang selangit. Hehe ngimpi di siang bolong, deh. Akhirnya gue pasrah aja sama Allah. Kalau gue gak ketrima PTN, gue masuk swasta dengan jurusan pendidikan matematika aja deh, meskipun sebenarnya semangat belajar matematika gue udah luntur. Tapi yang gue tekankan saat berdoa sih gak kayak gitu. Gue minta Allah ridhokan dan perkenankan gue dan sahabat-sahabat gue untuk lolos SBMPTN 2015 ini. Terlebih lagi gue, moga kelak dapat beasiswa dari semester awal sampai akhir, agar tetap bisa tetap memperjuangkan cita-cita tanpa membenakan orangtua hingga kemudian hari bisa membahagiakan mereka, bermanfaat bagi sekitar dan orang banyak di luar sana. Aamiin. 
Juli, detik demi detik mencubit jantungku. Itu status facebook gue saat tanggal 9 Juli 2015 hehe. Terlihat lebay, tapi siapa sih yang gak nervous menunggu pengumuman itu? Satu jam lagi, gue tunggu sambil berdoa. Tepat jam 17.00 WIB, gue pasang tampang histeris, mata melotot dan bibir membulat udah kayak ketelen sendal hehe, ya meskipun sebenernya gue belum lihat pengumumannya. Web yang gue buka error karena banyak dibuka orang lain mungkin. Gue coba tenangin diri, gak boleh gregetan. Bentar lagi buka puasa, gue gak boleh ngendog di kamar mulu. Ok, gue tangguhkan membuka web tersebut. Gue siap-siap buka puasa aja. Setelah buka puasa dan sholat maghrib, gue berdoa khusuk lagi. Tiba-tiba air mata gue terjun deras di pipi. Gue inget tahun lalu, antara egois pengin lolos dan pasrah terima apa adanya. Gue benar-benar minta sama Sang Pemilik Takdir. Sajadah, mukena, semua basah, hasil dari sesenggukan gue kala maghrib itu. Padahal gue belum buka webnya lagi, gokil kan gue? Hehe. Akhirnya gue beraniin buka web pengumuman SBMPTN 2015. Masih error juga, lalu gue alihkan ke web mirrornya aja, Alhamdulillah terbuka. Ketik ketik ketik, klik 'cari'. Dan MayaAllah, Alhamdulillah banget, ini berkat Allah, gue gak ada apa-apanya. Gue dinyatakan LOLOS, Emaaaaak. :'( Alhamdulillah banget. Sujud syukur sambil nangis, udah kayak sang juara lomba pencarian bakat di tv aja dah hehe. Setelah itu, gue langsung lari dari kamar ke ruang tamu. Gue kasih unjuk tulisan di hp gue itu ke ibu.
"Apaan sih?" tanya ibu kebingungan. *gubraaak*
"Ini penumuman SBMPTN-nya, Bu. Alhamdulillah banget Uut lolos di UNJ jurusan PLB. Uut jadi kuliah. Aaaa."
Ibu bengong.
Gue masih cengar-cengir.
"Sujud syukur!"
"Iya, Bu. Hehe."
Ibu gue flat banget ya tanggapannya? Hehe. Ya, karena dengan lolos PTN juga ini bukan akhir dari segalanya. Maih banyak tantangan di depan sana. Apalagi yang ibu pikir adalah biaya. Sebab tahun ini gue belum daftar bidikmisi seperti tahun lalu. Yang gue punya tahun ini cuma tekad dan nekat. Gue yakin, rezeki itu di tangan Allah, manusia hanya perantara. Secemas-cemasnya orangtua gue dengan pertanyaanya 'gimana nantinya kamu bayaran kuliah kalau udah gak kerja lagi?', gue bakal tetap tersenyum tenang, menarik napas, lalu menjelaskan kata-kata tadi bahwa, rezeki kita ada di tangan Allah. Mencari ilmu itu adalah berjihad, kalau kita berniat untuk berjihad, InsyaAllah Allah jamin.
Petualangan baru dimulai. Saatnya merevolusi mental. Kegagalan itu membuat gue banyak belajar tentang kehidupan. Kalau tahun lalu gue gak gagal, gue gak akan ketemu sahabat-sahabat baru dari berbagai komunitas, karena kehidupan mereka mengajari gue banyak hal, dari anak mami banget jadi anak mami aja. Ya tetep anak mami sih, yaiyalah masak anak kucing? Hehe. Seenggaknya gue jadi bisa berpikir lebih dewasa lagi.
Di petualangan baru ini, gue bakal atur langkah lagi. Apakah langkah gue makin mendekatkan diri pada-Nya, ataukah malah menjauhi-Nya? Nudzubillah. Semoga kita semua tetap dalah lindungan-Nya. Untuk teman-teman yang gagal, jangan berkecil hati. Masih ada jalur mandiri, masih ada tahun depan, masih ada PTS, atau bahkan pilihan untuk menikah dulu? Hehe. Life is our choice, but follow our heart is not anough, so we must keep follow Allah and Rasulullah. Tetap tenangkan hati. Silakan tertawa, tapi sebentar saja, sebab masih banyak tantangan di depan mata. Silakan menangis, tapi juga jangan terlalu lama, sebab di sana ada banyak kejutan istimewanya.
Yang perlu kita ingat, Allah gak akan kasih kita pilihan buruk. Ia Maha Tahu yang terbaik untuk kita semua. Adil itu bukanlah membagi rata dan sama untuk semua hambanya, tapi adil adalah membagi sesuai kadar ke tiap masing-masing yang diberi. Maka, apapun yang diberi oleh-Nya, sudah sepatutnya kita semua bersyukur dan mendekatkan diri pada-Nya. Ayo, kita semangatkan diri lagi, sebab purnama masih terus menunggu cerita petualangan kita, kawan!
Let's always try try try, and pray pray pray. See you in a happy future. Good luck!
Rizki Dwi Utami
Alumni SMA Muhammadiyah Cileungsi
Lolos SBMPTN 2015 di UNJ Jurusan PLB.
Alhamdulillah.
UNDZUR MA QOLA WALA TANDZUR MAN QOLA
(Lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan)
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(tulisan ini diikuti dalam lomba menulis blog yang diadakan oleh Zenius.net)

Komentar

  1. Komplit banget kisah hidup kakak, sampe mau nikah jg , hehehe..
    Menginspirasi apalgi jurusan yg kakak pilih 😊😊

    BalasHapus
  2. Hehehe makasih, Dek.
    Iya, dek, bener-bener pelajaran kehidupan banget deh, supaya aku gak asal ambil tindakan yang nyatanya belum kusanggupi hehe.
    Alhamdulillah banget itu juga jurusannya :3 selain belajar mendidik anak, itu juga jadi pelajaran buat mendidik diriku sendiri hehehe (aku berasa autis di tengah pusingnya permasalahan dunia).

    Dan memang yaa hidup itu seperti bermain roller coster, kadang hura di atas, kadang haru di bawah. Bahkan dengan begitu kita sering mengutuk keadaan, menyalahkan Allah, menyalahkan takdir. Astaghfirullah. Padahal kita lagi dididik sama Allah untuk jadi manusia yang lebih kuat lagi mentalnya. Kayak sekarang nih, baru aja beberapa minggu yang lalu kabar bahagia diterima PTN, tapi hari ini roller coster kehidupanku lagi terjun kencang ke bawah, aku lagi pusing sama masalah kerjaan heuheu :'D mungkin Allah masih rindu doa-doaku lagi, atau bisa jadi kebanyakan dosa kali yaa hehe :'D . Bener2 lagi mikir gimana jalan keluarnya untuk menyelesaikan masalah ini. Jangan sampai aku resign meninggalkan masalah, nanti kuliahnya jadi gak tenang. Bener2 pasrah aja deh sama Allah, berdoa seyakin2nya agar Allah bukakan lagi pintu2 pertolongannya yang lain. Aamiin. :')

    Btw, salam kenal yaa ^_^

    BalasHapus
  3. makasih kak menginspirasi banget ceritanya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kolase Rasa Kamar 03

Hai, gadis. Kali pertama kulihat kelembutan wanitamu, yakni melalui bulir itu. Kau merintih entah apa sembilumu. Kau berkata dalam telepon genggam, entah apa yang diadu. Kuhanya dengar kau ucap lelah. Awan di atas kepalaku gambarkan kaki berlari, lisan teriak, hati retak. Kau, sambut semua di atas bantal kesayanganmu. Genangan itu kau umpatkan dengan membalikkan bantal itu. Namun, maafkan tanganku yang belum sanggup membelai hatimu. Hidup memang keras, namun yang terpenting bukan hati yang keras. Seperti, tak pernah terisak sedu-sedan. Kini kau bayar itu, kau patahkan kekata menusuk dari orang lain. Namun lagi-lagi, isakmu pasti sebab diri sendirimu pula.  Sudahlah, gadis. Dengar saja suara di seberang pesawat teleponmu. Lembut dan gagahnya suara itu, nikmatilah. Pertahankan rasamu. Jarak memang sebuah uji yang membisu, dan kata akan jadi bermakna ketika bertemu. Namun apalah daya, tahan dahulu, sampai waktu merestuimu 'tuk bersua pada yang terkasih: abah dan

Kamu Tidak Normal

“Kamu Tidak Normal” Dwiza Rizqy Gulita mengantarkanku dan teman-teman sejawatku bermain di kebun sekolah. Kami ingin bermain bola kerincing. Kata pak guru, kami akan dikirimkan ke tingkat provinsi jika kami bisa memenangi pertandingan futsal sekabupaten ini. Hebat bukan? Nanti kami akan mendengar lebih banyak lagi teriakan-teriakan dari para supporter kami. Memang sih, mereka akan lama menangkap 'sinyal' pemberitahuan: gawang mana yang dibobol. Biasanya pencetak gol akan bersorak sebagai tanda selebrasinya. Bermacam-macam saja sorakan tiap pemain itu haha. Khusus jika aku yang menjadi pencetak gol, aku akan bersorak, ‘Wuhuuuu satoee aye ayeee,’ karena 1 itu adalah sekolahku, SMA Negeri 01, kami biasa menyebutnya satoe (benar-benar ada huruf ‘o’ dan ‘e’ di penyebutannya). Dengan begitu, penonton dan teman-temanku langsung tahu tim siapa yang yang mencetak gol. Mungkin kalau aku sudah lulus SMA akan ada selebrasi baru lagi dariku hehe. Bagaimana aku bisa tahu kalau a

Rumah Kaca (Serial Anak Kost): Seri Kak Nida

Rumah kaca bercerita tentang air yang terus keluar dari mata seorang gadis yang semula berkaca-kaca. Tetesan yang menceritakan tentang lembaran-lembaran buah pikiran yang tertolak berulang kali. Pun tentang sebuah waktu yang amat sayang dikorbankan untuk mengubah nasib. Beginilah nasibnya, metoda penelitiannya tak sesuai harapan pembimbingnya, meski telah berulang kali ia   mengubah sesuai saran pembimbingnya. Namun, tetap hatinya patah berulang kali di persidangan yang bukan pertaman kalinya. Jalan satu-satunya ia harus mengganti pembimbing, tetapi enam bulan ke depan yang harus ia korbankan dan pertaruhkan.Oh, mahasiswa tingkat akhir yang selalu dinner pakai lauk ayam skripsi.   “Kakak, jangan menangis terus. Ada yang mengintip di luar kaca itu. Apa kau tak malu?” tanya Via pada Nida. “Biarlah. Biar semua tahu betapa sakitnya terus-menerus ditolak seperti ini. Waktuku terkuras terus. Aku lelah berpikir.”   “Iyakah? Tak apalah, Kak. Teruslah semangat berjuang! Belu